Bismillahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikumwarahmatullahiwabarakaatuhu.
Ketika kaum Munafik mengatakan (disaat mereka mendapatkan musibah) akan kebaikan mereka mengatakan : " Ini adalah dari sisi Allah", dan tatkala mereka ditimpa suatu musibah kejelekan mereka mengatakan : "
Ini (datangnya) dari sisi kamu(wahai Muhammad). Allah langsung menjawab : " Katakanlah , semuanya dari sisi Allah Subhanahu Wata'ala, maka mengapa orang-orang Munafik itu tidak memahami pembicaraan sedikitpun?" " Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah,
maka apa saja bencana yang menimpa kamu adalah dari(kesalahan) kamu sendiri…."(Q.S Annisa 78-79)
Betapa banyak penafsiran-penafsiran manusia seputar musibah-musibah yang melanda Indonesia beberapa tahun belakangan ini. Bagi sebahagian orang mengatakan, ini adalah ujian, sebahagian lain mengatakan itu adalah azab Allah.
Pada hakikatnya kedua-duanya adalah sama benarnya. Benar, itu adalah ujian(bala) dari Allah Ta'ala, karena Allah sendiri berfirman : " Tiap-tiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati. Kami akan menguji
kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada kamilah kamu dikembalikan".(Q.S Al Anbiya 35). JUga benar kalau itu merupakan azab dari Allah Ta'ala, sesuai dengan ayat "apa-apa saja yang menimpa kamu dari kejelekan maka itu berasal dari diri kamu sendiri". Juga firmanNya. "
Dan takutlah kamu akan suatu siksaan, yang tidak hanya saja menimpa orang-orang yang dzalim diantara kamu dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaNya"(Q.S Al Anfal 25)
Jadi ujian, atau bala itu ada berupa kebaikan ada juga berupa kejelekan.
Dan bukankah sudah dari awal penciptaan manusia Allah berfirman :" Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari setetes air mani yang bercampur, yang kami hendak mengujinya(dengan perintah dan larangan), karena itu kami jadikan manusia itu mendengar dan
melihat".
Jadi, pada hakikatnya hidup didunia ini merupakan ujian-ujian, bagaimana seseorang terlepas dan berhasil dari ujian-ujian tersebut. Ujian seseorang bukan hanya berupa musibah kecelakaan dan kemelaratan, tetapi juga kekayaan, kemewahan duniawi, merupakan ujian juga.
Manusia yang berhasil dalam hidupnya adalah manusia yang mampu menghadapi ujian tersebut dengan baik.
Musibah yang terjadi di Indonesia, khususnya Sumsel, seharusnya menjadi perhatian besar, perenungan dan i'tibar bagi yang masih hidup.
Dari sisi letak geografis tanah Indonesia, memang diakui sangat rentan akan bencana alam, gempa, banjir. Kenapa begitu, banyak pegunugan yang aktif maupun non aktif, hutan-hutan banyak ditebangi, ini penyebab
erosi besar-besaran terhadap tanah yang rentan akan banjir, begitupun sampah-sampah dibuang sembarangan, penyebab polusi udara, sarang penyakit, dan sebagainya.
Kalau kita melihat gempa, tiada satu makhlukpun dapat mencegah, kalau sang lahar akan keluar mengepul-ngepul, kalau angin puting beliung, gempa dahsyat menghantam. Tak ada seorang manusiapun dapat
menghalanginya, bila Allah sudah katakan " Jadi..maka jadilah ia"" Hancur..maka hancurlah ia".
Namun saja letak geografis yang rentan bencana alam ini, kalau kita yakini dengan penuh keimanan kepada Allah Ta'ala, akan firmanNya : " Jikalau sekiranya penduduk suatu negeri beriman dan bertaqwa, pastilah
kami akan menimpakan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat Kami, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya". (Q.S Al A'raf 96)
Kita yakin, percaya, beriman dan bertaqwa, niscaya Allah akan menjaga hambaNya dari bencana. Betapa banyaknya disana anak-anak bayi, balita masih belum baligh, para orang tua, jompo, manusia tidak berdaya,
tidak mungkin Allah menyiksa yang tidak berdosa. Kasih dan Cinta Allah sangat tinggi, tiada yang melebihi cintaNya.
Kenapa harus begitu, karena kita yakin Rahmat Allah lebih besar dan lebih luas, serta lebih tinggi dari siksaNya. Namun siksa Allah amat pedih bagi mereka yang ingkar.
Andaikan saja, yang hidup, tidak mengambil i'tibar dari segala kejadian yang ada, apalagi kejadian itu ada didepan mata kita, didekat kita disaudara kita dikampung halaman kita, MasyaAllah, Lahaula
walaaquwwata illaabillahilaliyyil adziim kemanakah mata diletak, hati disimpan, telinga ditebarkan.
Semoga kita tidak termasuk golongan yang memiliki mata, namun tidak melihat(buta), memiliki hati namun tak bisa memahami, memiliki telinga, namun pekak, sebagaimana firman Allah Ta'ala :" Dan sesuangguhnya
kami jadikan (isi neraka jahannam), kebanyakan dari jin dan manusia, mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami ayat-ayat Allah, mereka mempunyai mata, namun tidak dipergunakannya untuk melihat(tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah),
mereka memiliki telinga, namun tidak dipergunakannya untuk mendengar ayat-ayat Allah, mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi, mereka itulah orang-orang yang lalai"(Q.S Al A'raf 179).
Kita lihat zaman sekarang, jangankan mendengarkan, melihat, memahami ayat-ayat Allah, yang berawalan " me", berarti disana ada upaya dari diri sendiri, ada yang membacakan kepadanya dengan arti kata dibacakan,
didengarkan, diberi pemahaman kedapadanya. Dengan berawalah "di", berarti usaha orang lain untuk memberi pemahaman, melihatkan dan mendengarkan kepadanya akan ayat-ayat Allah, diacuhkannya, dicuekinya, bahkan tak jarang diejek, diangap remeh, dan dilarangnya manusia untuk menampilkan ayat-ayat Allah, dengan beribu alasan yang dikemukakan. Tak jarang celaan, makian dan lain sebagainya akan terlontar dari mulut orang semacam ini, hanya karena dibacakan, didengarkan difahami tadi.
Kalau sudah begini apa yang akan terjadi? Jangan salahkan Allah, jangan kita katakan, akh..tidak ini bencana alam biasa saja koq, apakah Allah melakukan sesuatu main-main, tanpa hikmah dibelakangnya? jangan
salahkan para ulamanya, jangan salahkan siapa-siapa. Salahkan diri sendiri. Cobalah kita bersama merenung dalam hal ini. Seperti kata seorang pujangga syai'r, yang dilantunkan oleh seorang penyanyi : " Salah siapa..ini salah siapa,..dosa siapa..ini dosa siapa..?.
Lantas apa yang harus diperbuat manusia yang hidup untuk saat ini? Buat dirinya hendaklah ia menjadikan ini semua i'tibar, bahan renungan, jangan sekali-kali kita ingkar pada Allah dan ayat-ayatNya, ayat-ayat
Allah cukup banyak, mencakup hubungan pada Allah dan hubungan sesama manusia, berupa amanah, janji, silaturrahmi, kasih sayang, perhatian yang tulus.
Sementara buat tertimpa musibah, kita mendo'akannya dan membantunya berupa bantuan moril, maupun spiritual, memberikan ia semangat hidup, bantu materialnya, mereka sangat membutuhkan aat-saat seperti ini. Lupakanlah, apakah itu atas dosa/kesalahan mereka, perbuatan mereka. Yang berlalu itu, biarkanlah ia berlaulu, yang penting masa yang akan datang, kita merubah kearah yang lebih baik lagi,
jadikan semua itu pelajaran.
Kita juga manusia tidak terlepas dari kesalahan dan dosa, kita sendiri banyak kekurangan. Bukan berarti yang tidak tertimpa musibah adalah orang-orang yang bersih dan suci, terlepas dari noda dan dosa. Manusia
itu dihadapan Allah bagaikan debu diatas pasir, bagaikan setitik air dilautan lepas, belum berarti apa-apa, jangan terbiasa menghitung lumbung padi orang lain, tetapi biasakanlah menghitung lumbung padi diri
sendiri.
Tak perlu menghitung kesalahan dan dosa orang lain, yang penting dihitung salah dan dosa sendiri, tak perlu menghitung urusan pribadi orang lain, hitung saja urusan pribadi diri sendiri, mungkin itu jauh
lebih baik bagi diri kita sendiri dan sekitar kita. Cukuplah banyak memperhatikan urusan orang lain, untuk sekedar memberikannya kebaikan dan pemahaman yang bermanfaat buat dirinya.
Karena Rasulullah berpesan : " Sebaik-baik manusia adalah yang banyak menfaatnya buat manusia lainnya. Dan sebaik-baik manusia adalah mereka yang meninggalkan apa yang tidak ada urusan dia
didalamnya".
Allahu Ta'ala A'lam. - Mohon MAaf lahir dan BAtin-
Wassalamu'alaikum
Baca Juga Artikel Lain
- Mengenal ALLAH
- Sifat Sifat ALLAH
- Asma Ul Husna
- Bahaya Dengki
- Bahaya Lidah
- Tabah Dalam Musibah
- Antara Ujian dan Musibah
Kembali Ke Halaman Utama